Beranda | Artikel
Memupuk Ketakwaan
Minggu, 21 Mei 2017

Bismillah.

Takwa dan iman digambarkan seperti sebatang pohon. Ia memiliki akar, cabang, dan buah. Akar ketakwaan tertanam di dalam hati dan bercabang dalam bentuk amal-amal ketaatan serta membuahkan amal salih dan kebaikan demi kebaikan.

Takwa tumbuh dan berkembang dengan siraman ilmu agama. Takwa bersemi dengan nasihat dan penyucian jiwa. Takwa menjalar ke seluruh anggota tubuh membendung gerak-gerik setan yang mengalir di dalam tubuh manusia seperti peredaran darah. Takwa menuntun pemiliknya terjauhkan dari murka Allah dan azab-Nya. Takwa berporos dalam ketundukan kepada perintah Allah dan larangan-larangan-Nya.

Seorang yang bertakwa di dunia ini seperti hidup di dalam penjara, walaupun orang kafir hidup di dunia seolah-olah berada di dalam surga; memuaskan segala keinginannya tanpa ada larangan dan batasan aturan. Karena itulah seorang yang bertakwa akan hidup seperti orang asing diantara masyarakatnya yang hanyut dalam kelalaian dan penyimpangan. Seorang yang bertakwa menjadikan hidup ini ibarat lautan dan ia gunakan amal salihnya sebagai bahtera.

Takwa bukan semata-mata ucapan di lisan atau penampilan. Takwa ditancapkan di dalam lubuk hati dan dibuktikan dengan amal dan kesetiaan. Takwa butuh pada kesabaran. Sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menghadapi musibah. Takwa tidak bisa terwujud kecuali dengan syukur kepada Allah. Syukur dengan mengakui nikmat datang dari Allah, senantiasa memuji Allah atas nikmat-nikmat itu, dan menggunakan nikmat dalam hal-hal yang mendatangkan keridhaan dan kecintaan Allah kepadanya.

Takwa butuh pasokan gizi dengan dzikir dan ilmu. Karena dzikir bagi hati laksana air bagi seekor ikan. Ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah yang kering kerontang. Ilmu merupakan komandan bagi amal dan keyakinan. Ilmu lebih dibutuhkan manusia daripada makanan dan minuman, karena dengan ilmu manusia akan bisa berjalan di atas kebenaran dan iman. Beramal tanpa ilmu adalah kesesatan sementara berilmu tanpa diamalkan mengundang murka ar-Rahman.

Takwa semacam itulah yang dilukiskan oleh Thalq bin Habib rahimahullah, “Kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya takut akan hukuman Allah.” Definsi takwa yang sangat lengkap dan padat.

Hal ini menunjukkan bahwa takwa harus dilandasi dengan rasa takut dan harap. Takut dan harap ibarat dua belah sayap seekor burung. Kepalanya adalah cinta kepada Allah. Cinta inilah penggerak atas segala amal dan ketaatan. Cinta kepada Allah adalah ruh amal salih dan ketaatan. Semakin besar kecintaan hamba kepada Allah semakin besar pula dzikir dan syukurnya. Cinta inilah yang mengokohkan ketakwaannya kepada Allah. Dia beribadah kepada Allah seolah-oleh melihat-Nya, atau minimal beribadah kepada Allah dengan senantiasa merasa diawasi oleh-Nya.

Asas takwa adalah pemurnian ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Oleh sebab itu kalimat syahadat juga disebut dengan kalimat takwa. Karena seluruh ajaran agama berpondasi kepadanya dan bercabang darinya. Takwa adalah sebaik-baik bekal perjalanan menuju Allah. Sesuai kadar takwanya kepada Allah sekadar itu pula kemuliaan derajatnya di sisi Allah. Takwa juga tidak terwujud tanpa taubat kepada Allah. Semakin tinggi ketakwaan hamba semakin banyak pula dia bertaubat dan beristighfar kepada Allah.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/memupuk-ketakwaan/